Satu yang pasti di dunia ini adalah kematian. Kematian itu pasti datangnya dan ia lebih dekat dari kiamat. Ketika ada yang berkata bahwa kiamat sudah dekat, maka sungguh kematian itu lebih dekat.
Ramadhan ini, sudah dua orang tetangga saya yang ditakdirkan oleh Allah untuk mendahului kami. Yang satunya meninggal pada hari ke-3 Ramadhan dan yang yang satu lagi pada hari ke-17 Ramadhan yang lalu.
Tapi, saya ingin sedikit bercerita tentang orang yang meninggal pada hari ke-17 Ramadhan kemarin. Beliau adalah seorang muadzin di masjid dekat rumah saya.
Subuh, 17 Ramadhan. Tak pernah ada yang menyangka, begitulah kematian tak ada yang tahu kapan datangnya. Saya masih mendengarnya mengumandangkan adzan subuh hari itu. Setelah adzan saya berangkat ke masjid. Kulihat ada yang tak biasa, menantu beliau mengemudikan mobil dengan tergesa, biasanya menyapa saya, tapi kali ini memang tidak biasanya. Dimundurkannnya mobil itu sampai di depan masjid, kulihat ada ramai-ramai, dalam hati ini kenapa belum iqomah, padahal waktu sholat subuh sudah sampai.
Saya berjalan menuju mobil itu, tak ada apapun yang terbayang dipikiran saya kalau yang diangkat ke mobil itu adalah muadzin tadi yang mengumandangkan adzan subuh. Beliau kemudian dibawa ke puskesmas terdekat.
Seusai sholat subuh saya bertanya kepada adik saya yang subuh itu lebih dulu berada di masjid daripada saya. Dia bilang kalo muadzin itu setelah adzan pergi wudhu, selesai wudhu perasaannya mulai tidak enak dan rasanya ingin jatuh. Cengkramannya begitu kuat di ventilasi tempat wudhu sampai susah dilepaskan. Beberapa orang mendengarnya mengucap syahadat, kemudian tak sadarkan diri.
Pagi-pagi kudengar berita kalau beliau langsung dirujuk ke RSUD di kota, sampai jam 9 pagi kabar dari anaknya mengatakan bahwa beliau belum juga sadarkan diri. Berita mengejutkan itu pun tiba setelah dhuhur, saya yang sedang terlelap tidur, dikagetkan dengan suara sirine mobil jenazah yang begitu keras. Dan benar, muadzin itu pun telah dipanggil Allah setelah waktu dhuhur. Dari keluarganya kudengar bahwa dokter mengatakan bahwa pembuluh darahnya pecah. Yah, seperti itulah kematian tak pernah ada yang tahu kapan datangnya dan dengan cara apa dan bagaimana.
Semasa hidup, beliau adalah orang yang cukup dekat juga dengan keluarga saya. Pekerjaan beliau adalah seorang penjual ikan yang berkeliling dengan motornya. Banyak orang yang mengenalnya, orangnya pun ramah senyum dan suka bercanda. Meski sibuk berjualan, tapi ketika waktu sholat tiba akan selalu beliau sediakan waktu untuk sholat berjamaah di masjid. Ketika ada acara-acara, semisal pernikahan, khitanan, aqiqah, maka akan selalu beliau sempatkan diri untuk ikut terlibat meski meninggalkan pekerjaannya untuk sementara.
Terakhir saya berbicara dengan beliau dua malam sebelum beliau meninggal, sambil berjalan sepulang dari masjid, beliau bertanya perihal qunut yang biasanya dilakukan pada rakaat terakhir pada saat sholat witir, yang kujawab bahwa itu bukan sesuatu yang wajib sambil tersenyum. Tapi kan itu doa, kata beliau.
Beliau dikebumikan keesokan harinya. Pagi itu, saya dan adik saya disuruh bapak untuk ikut bantu-bantu gali kubur, karena beliau juga masih keluarga saya. Hari itu, saya melihat bahwa tempat tinggal kita nantinya hanyalah tanah seukuran 1x2 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Tempat yang sempit dengan hanya membawa kafan dan catatan amal saja. Hari itu, saya menangis. Benar bahwa kita semua pun akan mengalami hal yang sama, hanya menunggu waktu saja. Hari itu, saya melihat kafan yang ada dalam tanah, kafan orang yang telah lama meninggal yang ada di sebelah tanah yang kami gali. Hari itu, saya mengingat mati.
Akhir hidup sesorang tak ada yang tahu. Tapi bisa dilihat bagaimana dia semasa hidupnya seperti muadzin tadi yang dipanggil oleh Allah setelah mengumandangkan adzan subuh. Tak pernah disangka kalau itu adalah terakhir kalinya saya mendengar suaranya yang khas saat adzan subuh. Semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Aamiin.
Kita semua pada akhirnya juga akan mati. Jadi teruslah berbuat baik agar kita mempunyai bekal yang sebaik-baiknya. Sekali waktu hadirlah di pemakaman, atau ikutlah sholat jenazah kemudian mengantarkan orang yang meninggal ke pemakaman. Agar kita selalu ingat tentang kematian.
Ramadhan ini, sudah dua orang tetangga saya yang ditakdirkan oleh Allah untuk mendahului kami. Yang satunya meninggal pada hari ke-3 Ramadhan dan yang yang satu lagi pada hari ke-17 Ramadhan yang lalu.
Tapi, saya ingin sedikit bercerita tentang orang yang meninggal pada hari ke-17 Ramadhan kemarin. Beliau adalah seorang muadzin di masjid dekat rumah saya.
Subuh, 17 Ramadhan. Tak pernah ada yang menyangka, begitulah kematian tak ada yang tahu kapan datangnya. Saya masih mendengarnya mengumandangkan adzan subuh hari itu. Setelah adzan saya berangkat ke masjid. Kulihat ada yang tak biasa, menantu beliau mengemudikan mobil dengan tergesa, biasanya menyapa saya, tapi kali ini memang tidak biasanya. Dimundurkannnya mobil itu sampai di depan masjid, kulihat ada ramai-ramai, dalam hati ini kenapa belum iqomah, padahal waktu sholat subuh sudah sampai.
Saya berjalan menuju mobil itu, tak ada apapun yang terbayang dipikiran saya kalau yang diangkat ke mobil itu adalah muadzin tadi yang mengumandangkan adzan subuh. Beliau kemudian dibawa ke puskesmas terdekat.
Seusai sholat subuh saya bertanya kepada adik saya yang subuh itu lebih dulu berada di masjid daripada saya. Dia bilang kalo muadzin itu setelah adzan pergi wudhu, selesai wudhu perasaannya mulai tidak enak dan rasanya ingin jatuh. Cengkramannya begitu kuat di ventilasi tempat wudhu sampai susah dilepaskan. Beberapa orang mendengarnya mengucap syahadat, kemudian tak sadarkan diri.
Pagi-pagi kudengar berita kalau beliau langsung dirujuk ke RSUD di kota, sampai jam 9 pagi kabar dari anaknya mengatakan bahwa beliau belum juga sadarkan diri. Berita mengejutkan itu pun tiba setelah dhuhur, saya yang sedang terlelap tidur, dikagetkan dengan suara sirine mobil jenazah yang begitu keras. Dan benar, muadzin itu pun telah dipanggil Allah setelah waktu dhuhur. Dari keluarganya kudengar bahwa dokter mengatakan bahwa pembuluh darahnya pecah. Yah, seperti itulah kematian tak pernah ada yang tahu kapan datangnya dan dengan cara apa dan bagaimana.
Semasa hidup, beliau adalah orang yang cukup dekat juga dengan keluarga saya. Pekerjaan beliau adalah seorang penjual ikan yang berkeliling dengan motornya. Banyak orang yang mengenalnya, orangnya pun ramah senyum dan suka bercanda. Meski sibuk berjualan, tapi ketika waktu sholat tiba akan selalu beliau sediakan waktu untuk sholat berjamaah di masjid. Ketika ada acara-acara, semisal pernikahan, khitanan, aqiqah, maka akan selalu beliau sempatkan diri untuk ikut terlibat meski meninggalkan pekerjaannya untuk sementara.
Terakhir saya berbicara dengan beliau dua malam sebelum beliau meninggal, sambil berjalan sepulang dari masjid, beliau bertanya perihal qunut yang biasanya dilakukan pada rakaat terakhir pada saat sholat witir, yang kujawab bahwa itu bukan sesuatu yang wajib sambil tersenyum. Tapi kan itu doa, kata beliau.
Beliau dikebumikan keesokan harinya. Pagi itu, saya dan adik saya disuruh bapak untuk ikut bantu-bantu gali kubur, karena beliau juga masih keluarga saya. Hari itu, saya melihat bahwa tempat tinggal kita nantinya hanyalah tanah seukuran 1x2 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Tempat yang sempit dengan hanya membawa kafan dan catatan amal saja. Hari itu, saya menangis. Benar bahwa kita semua pun akan mengalami hal yang sama, hanya menunggu waktu saja. Hari itu, saya melihat kafan yang ada dalam tanah, kafan orang yang telah lama meninggal yang ada di sebelah tanah yang kami gali. Hari itu, saya mengingat mati.
Akhir hidup sesorang tak ada yang tahu. Tapi bisa dilihat bagaimana dia semasa hidupnya seperti muadzin tadi yang dipanggil oleh Allah setelah mengumandangkan adzan subuh. Tak pernah disangka kalau itu adalah terakhir kalinya saya mendengar suaranya yang khas saat adzan subuh. Semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Aamiin.
Kita semua pada akhirnya juga akan mati. Jadi teruslah berbuat baik agar kita mempunyai bekal yang sebaik-baiknya. Sekali waktu hadirlah di pemakaman, atau ikutlah sholat jenazah kemudian mengantarkan orang yang meninggal ke pemakaman. Agar kita selalu ingat tentang kematian.
=====
Tulisan ini diikutkan dalam tantangan SIGi Makassar #SIGiMenulisRamadhan
Baca tulisan teman yang lain disini:
- Nunu >> nuralmarwah.com
- Amma >> nurrahmahs.com
- Ammy >> rahmianarahman.blogspot.com
- Kyuu >> kyuuisme.wordpress.com
- Inov >> inanovita.blogspot.com
- Ancha >> rancaaspar.wordpress.com
- Ratih >> burningandloveable.blogspot.com
- Indi >> inditriyani.wordpress.com
- Jabbar >> begooottt.wordpress.com
- Oshin >> uuswatunhasanah.tumblr.com
- Ayu >> ayutawil.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar