Dan sampailah pada tulisan ketujuh ini, dimana saya diterpa kebingungan mau menulis apa lagi. Beberapa orang di luar sana bisa menjadikan kebingungannya sendiri sebuah tulisan, sedangkan saya belumlah bisa. Meskipun ini juga yang memaksa saya untuk menulis lagi. Tanpa menulis, otak saya serasa mati. Banyak kicauan-kicauan di dalamnya yang harus kukeluarkan tanpa suara.
Baiklah, kali ini saya akan mengulas sedikit salah satu bagian dari buku "Prahara Cinta", judul babnya adalah "Berjumpa dengan Takdir?", sebelumnya perlu saya perkenalkan dulu, tokoh utama pria dalam buku ini bernama Hamidi, seorang laki-laki yang tumbuh dari lingkungan yang tidak peduli dengan agamanya sendiri, hingga kemudian mendapatkan hidayah untuk mempelajari agama Islam setelah dipenjara selama tiga bulan. Adapun tokoh wanita bernama Namirah, teman SMP Hamidi yang mempunyai tempat istimewa di hati Hamidi.
Singkatnya, setelah sekian tahun tak bertemu akhirnya Hamidi dipertemukan lagi dengan Namirah, sampai beberapa kali dalam keadaan tak terencana, bahkan tak pernah dipikirkannya. Ia merasa bahwa ini adalah takdirnya dan kemudian ia berniat untuk meminangnya. Karena baginya Namirah adalah sosok perempuan ideal. Akirnya ia pun mendatangi ruman Namirah, menemui kedua orang tuanya dan menyampaikan maksud dan tujuannya untuk meminang Namirah. Tapi, setelah menyampaikan maksud dan tujuannya, ayah Namirah menolak pinangan Hamidi secara halus yang memang dipahami Hamidi bahwa itu adalah penolakan.
Setelah mengalami penolakan, Hamidi tak serta merta menyerah. Ia kembali menghubungi kedua orang tua Namirah melalui telepon, dan menanyakan kembali sikap mereka sesungguhnya berharap bahwa itu bukanlah keputusan final mereka. Tapi, ternyata ayah Namirah semakin tegas menolaknya. Ia pun akhirnya pasrah, Namirah mungkin memang bukan jodohnya.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan Allah Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Seperti itulah hidup, tak serta merata harus selalu terjadi seperti apa yang kita inginkan. Yang perlu kita pahami bahwa Allah lebih tahu daripada kita sendiri, bahwa rencana Allah selalu lebih baik dan lebih indah daripada kita sendiri. Jodoh itu sudah diatur oleh Allah, jika jodoh kita belum ketemu, mungkin kita ini susah diatur. Upss...
Kelanjutan kisah Hamidi akan saya tuliskan lagi lain kesempatan, mungkin kalau saya sedang bingung mau menulis apa lagi. Sekian dan terima kasih. ^_^
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar